Harga Beras di Tengah Menurunnya Produksi Dalam Negeri
BUMNINC.COM I Kamis (28/03/2024) Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) menyelenggarakan webinar dengan tema “Outlook 2024: Menjaga Stabilitas Harga dan Ketersediaan Stok Beras Pemerintah, Amankah?”. Kegiatan webinar dihadiri oleh unsur Pemerintahan, Akademisi, Praktisi, Pemerhati Pertanian, Kelompok Tani, jurnalis, Mahasiswa, dan Masyarakat. Hadir sebagai narasumber dalam webinar tersebut, yakni: Maino Dwi Hartono, S.TP., MP. (Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Badan Pangan Nasional), Sonya Mamoriska, PhD. (Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Perum BULOG), dan Khudori (Pengamat pangan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia). Adapun kegiatan tersebut dimoderatori oleh Dr. Doni Yusri (Pengamat Pertanian, Dosen Pertanian IPB University).
Salah satu faktor penentu terpenuhinya kesejahteraan umum adalah tercukupinya kebutuhan pangan masyarakat. Beras merupakan salah satu sumber pangan pokok masyarakat Indonesia. Ketersediaan maupun harga dari komoditas beras menjadi hal penting untuk dijaga karena berkaitan dengan ketahanan pangan nasional. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam rangka stabilisasi harga beras, salah satunya adalah melakukan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pasar (SPHP) untuk komoditas beras oleh Perum Bulog. Adapun realisasi program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pasar (SPHP) untuk komoditas beras hingga 20 Maret
2024 sebanyak 7.785 ton beras. (Perum Bulog, 2024).
Namun ternyata program tersebut belum cukup untuk menstabilkan harga beras di pasaran. Perlu upaya konkret dari Pemerintah selaku pemangku kebijakan untuk melakukan upaya stabilisasi harga beras, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Harga komoditas beras yang selalu berfluktuasi dapat merugikan petani sebagai produsen, pengolah pangan, pedagang hingga konsumen dan berpotensi menimbulkan keresahan sosial.
Fluktuasi pasokan dan harga pangan yang tidak menentu, tidak hanya akan menimbulkan keresahan sosial, tetapi juga akan mempengaruhi pengendalian inflasi. Dalam sambutannya, Ferry Sitompul selaku Ketua PATAKA menyampaikan,
“Harga beras merupakan salah satu indikator penting stabilitas ekonomi dan ketahanan pangan nasional. Dalam beberapa bulan terakhir, harga beras di berbagai daerah di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini tentu saja
menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah.
PATAKA menganalisis secara singkat terkait Faktor Penyebab Gejolak Harga Beras di tahun 2024, di antaranya: fenomena el nino, bencana alam, kenaikan biaya Produksi, serta adanya hajatan politik Pemilu di tahun 2024”.
Dalam paparannya, Maino Dwi Hartono, S.TP., MP. (Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Badan Pangan Nasional) menjelaskan pentingnya menjaga stabilitas pangan khususnya komoditas beras, jagung, gula, dan bawang putih untuk mengantisipasi resiko gejolak pangan jelang hari raya Idul Fitri 2024 serta Pilkada Serentak. Produksi beras periode Januari-Mei 2024 lebih rendah 1,55 juta ton atau turun 9,78% dibandingkan periode yang sama di tahun 2023. Konsumsi beras periode Januari-Mei 2024 lebih tinggi 0,12 juta ton atau naik 0,94% dibandingkan periode yang sama di tahun 2023.
Neraca produksi-konsumsi periode Januari-Mei 2024 sebesar 1,45 juta ton atau lebih rendah 1,67 juta ton (53,53%) dibandingkan
periode yang sama di tahun 2023. Komoditas dengan kontribusi inflasi terbesar adalah beras, sebesar 5,32 (month-on-month) dengan andil sebesar 0,21% (month-onmonth). Program Bantuan Pangan Beras efektif menahan laju inflasi pangan, utamanya beras.
Badan Pangan Nasional telah berupaya melakukan stabilisasi harga beras, diantaranya dengan menyalurkan beras SPHP dan menyalurkan beras melalui Program Bantuan Pangan Beras Tahap I. Terkait penyaluran Beras SPHP, realisasi per 22 Maret 2024 sebesar 504.558 ribu ton dengan wilayah penyaluran terbesar di Kanwil DKI Jakarta & Banten, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Sementara terkait penyaluran beras melalui Program Bantuan Pangan Beras, Bantuan Pangan Beras yakni sebesar 10 kg per Kelompok Penerima Manfaat (KPM) diberikan kepada 22 Juta KPM melalui Perum BULOG pada bulan Januari – Maret 2024. Bapanas juga menyelenggarakan Gerakan Pangan Murah (GPM) menjelang Ramadhan dan Idul Fitri 2024, adapun realisasi GPM bulan Januari-Maret sebanyak 2.720 kali pelaksanaan (Januari 463 kali, Februari 723 kali, dan Maret 1534 kali).
Sonya Mamoriska, PhD. (Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Perum BULOG) memaparkan bahwa El Nino yang terjadi sejak bulan November 2023 memberi efek signifikan pada produksi gabah dan beras nasional di tahun 2024 berupa rendahnya produksi pada saat ketersediaan beras di pasaran umum sedang rendah, yakni pada triwulan I Tahun 2024. Perum BULOG menambah instrumen stabilisasi harga di produsen melalui penjualan CBP di penggilingan. Tujuannya untuk meningkatkan intervensi pasar untuk dukung meredam kenaikan harga di rantai pasok beras serta meredam harga sejak awal rantai pasok. Perlu dipertimbangkan penambahan penugasan stabilisasi harga konsumen misal perpanjangan Program Bantuan Pangan selama 1 (satu) tahun penuh sebagai mitigasi pengaruhnya tingginya harga di awal tahun 2024 dan perkiraan rendahnya produksi tahun 2024.
Lanjut Sonya, Perum Bulog mengusulkan kebijakan berupa Tata kelola pangan yang terintegrasi dari hulu hingga hilir. Kegiatan stabilisasi berupa pengadaan di produsen dan penyaluran di konsumen harus terintegrasi dan seimbang. Keduanya harus dilaksanakan rutin/tetap guna memberi efek nyata secara teknis dan psikologis di tengah masyarakat. Penyaluran yang rutin/tetap agar dapat diterapkan pada SPHP, Bantuan Pangan, dan program stabilisasi/bantuan pangan lainnya. Manfaat dari penyaluran rutin/tetap oleh Perum Bulog adalah 1) Memastikan adanya pengadaan rutin sehingga harga produsen terjaga; 2) Menjaga kualitas stok pangan di gudang; 3) Meningkatkan ketersediaan pangan di tengah masyarakat; serta 4) Mengurangi permintaan masyarakat ke pasaran umum sehingga menjaga inflasi pangan.
Perum Bulog berharap Perpres Nomor 125/2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah dapat disesuaikan untuk meningkatkan efektifitas stabilisasi. Usulan penyesuaian tersebut terutama antara lain: 1) Penetapan jumlah CPP berdasarkan jangka waktu menengah dan/atau panjang; 2) Penyelenggara CPP Diberikan uang muka untuk penyelenggaraan CPP dengan jaminan stok yang ada di Perum Bulog serta penyediaan anggaran untuk dana investasi modernisasi dan digitalisasi penyelenggaraan CPP; 3) Penegasan penugasan jagung diperuntukan untuk Pakan; 4) Penetapan jumlah CPP berdasarkan rapat yang dipimpin oleh Kepala
Badan; 5) Penetapan Harga Pembelian CPP dan struktur biayanya ditetapkan Kepala Badan; dan 6) Penyaluran CPP berdasarkan rapat yang dipimpin oleh Kepala Badan.
Sedangkan Khudori (pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) berpendapat bahwa El Nino menjadi salah satu faktor penyebab harga beras naik, dimana El Nino membuat tanam di musim hujan yang biasanya dimulai Oktober mundur hampir dua bulan atau mundur ke Desember. Puncak tanam terjadi di Januari 2024. Panen akan mundur dan paceklik bertambah lama. Puncak panen padi pada 2022 dan 2023 terjadi di Maret, namun puncak panen pada 2024 diperkirakan terjadi di bulan April/Mei. Produksi beras Januari-Mei 2024 diperkirakan 14,29 juta ton, angka tersebut lebih rendah dari periode yang sama pada 2023 yakni mencapai 15,84 juta ton beras. Surplus beras Januari-Mei 2024 diperkirakan hanya sebesar 1,45 juta ton, angka tersebut lebih rendah dari periode yang sama pada 2023, yakni mencapai 3,12 juta ton beras.
Khudori memberikan saran terkait stabilisasi harga dan ketersediaan beras oleh pemerintah, yakni dengan melakukan: 1) Penyesuaian HPP Gabah dan Beras, Harga gabah dan beras yang tinggi adalah cermin kenaikan ongkos produksi. Penyesuaian
HPP Gabah dan Beras akan menjaga insentif produksi petani serta memungkinkan Perum Bulog menyerap; 2) Menimbang Ulang HET Beras, HET beras sebaiknya diganti dengan “harga langit-langit” (ceiling price) yang tidak mengikat publik, tapi
hanya mengikat pemerintah dan Perum Bulog; 3) Mengefektifkan SPHP, perlu dicari saluran yang langsung menjangkau warga/konsumen akhir dengan skala masif; 4) Sinergi Perpres 63/2017 dg Perpres 125/2022, yakni dengan mengintegrasikan
Program Sembako dalam Cadangan Beras Pemerintah (CBP).