KASUS KORUPSI TIMAH DAN PROBLEM GOOD CORPORATE GOVERNANCE BUMN
BUMNINC.COM, Jakarta – Kasus korupsi PT Timah Tbk menjadi berita hangat dalam beberapa waktu terakhir. Kasusnya bermula dari penyelidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) atas potensi korupsi sebesar Rp271 trilyun di PT Timah akibat kerusakan ekologis sebagai dampak penambangan liar di Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah. Dari kasus itu, ditetapkan beberapa tersangka termasuk mantan Direksi PT Timah Tbk. Beberapa pihak swasta sebagai mitra kerja PT Timah juga menjadi tersangka.
Konspirasi koruptif ini dimulai dari undangan pihak direksi Timah pada 2015 kepada pihak swasta untuk melakukan penambangan di wilayah kerja PT Timah. Kemudian, PT Timah akan membeli hasil penambangan tersebut yang notabene ada di wilayah kerjanya. Diduga ada sekitar tujuh perusahaan fiktif yang terlibat. Perusahaan ini kemungkinan digunakan untuk menyembunyikan transaksi keuangan dan mengalirkan keuntungan dari penjualan timah ilegal.
Terjadi indikasi kolusi antara oknum pengusaha swasta, seperti Harvey Moeis, dengan pejabat PT Timah, untuk memanipulasi penjualan timah. Manipulasi ini berupa penetapan harga tinggi atau penjualan di luar jalur resmi. Di samping itu dilakukan kontrak sewa smelter dengan pihak swasta itu yang diduga untuk menyamarkan kerjasama illegal itu.
Sebagai modus dari tindakan korupsi tersebut, maka pihak oknum swasta melakukan langkah koordinasi untuk mengumpulkan sebagian keuntungan yang diperoleh oleh para mitra kerja penambangan timah untuk setoran yang disebut untuk alokasi dana tanggungjawab social perusahaan (CSR ) BUMN. Alih-alih digunakan untuk kepentingan CSR dari BUMN tersebut, justru dana ini diduga dipakai untuk bancakan di antara mantan direksi PT Timah Tbk periode tersebut dan oknum swasta yang terlibat.
Menjadi pertanyaan publik, bagaimana proses korupsi bisa berlangsung cukup lama (periode 2015-2020) tanpa bisa dideteksi?
Padahal, mekanisme pengawasan BUMN cukup berlapis, mulai dari Dewan Komisaris, auditor external baik Kantor Akuntan Publik (KAP) maupun auditor negara (BPK), serta laporan regular kepada pemegang saham termasuk ke Kementrian BUMN .