Telaah Kinerja BUMN Klaster Energi
Pendapatan dari Klaster Energi meningkat signifikan di tahun 2021, beban pokok juga meningkat akibat peningkatan harga komoditas sekitar 29% menjadi Rp 896 Triliun. Laba bersih yang tercatat adalah sebesar Rp 44 Triliun, meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan tahun 2020.
Pertamina mencatat peningkatan pendapatan dan laba bersih yang signifikan serta posisi EBITDA dan kas yang lebih kuat di tahun 2021 dibandingkan tahun lalu. Pendapatan meningkat 39%, sementara EBITDA meningkat sebesar 22%. PLN juga mencatat pertumbuhan pendapatan dan laba bersih yang signifikan dengan tingkat pertumbuhan pendapatan 6,59% YoY dan laba bersih mencapai 119,82% YoY.
Di tahun 2022, laba BUMN secara keseluruhan meningkat dari Rp 61 triliun pada Kuartal 3 2021 menjadi Rp 155 triliun pada Kuartal 3 2022. Diestimasi dengan proporsi yang sama seperti tahun 2021, laba bersih Klaster Energi adalah sekitar Rp 25,4 Triliun pada Kuartal 3 2022.
Gambar: Laba Bersih dan Tingkat Pertumbuhan YoY (Persen) (Rp Triliun), 2019-2021![]()
Sumber: Annual Report BUMN 2021
Kinerja operasional dari Klaster Energi dapat diukur melalui produksi minyak, gas, dan listrik. Produksi dan lifting dari minyak dan gas di tahun 2021 meningkat sekitar 4% dan 3%, yang disumbangkan oleh Blok Rokan dan aset luar negeri. Volume penjualan produk juga meningkat sekitar 4% dari tahun 2020.
Gambar: Kinerja Upstream Oil & Gas, 2020-2021
Sumber: Pertamina FY 2021 Performance, 2022
Jumlah pembangkit listrik, jumlah pelanggan, serta produksi listrik memiliki tren meningkat selama periode tahun 2017-2021 dengan pertumbuhan masing-masing sekitar 2%, 5%, dan 3% setiap tahunnya. Pada tahun 2021 terdapat 6.760 pembangkit dengan produksi listrik mencapai hampir 290 ribu GWh dan terdapat 82,5 juta pelanggan.
Gambar: Kinerja Operasional Listrik, 2017-2021![]()
Sumber: Laporan Tahunan PLN 2021, 2022
Rasio elektrifikasi oleh PLN terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2021, elektrifikasi PLN mencapai 97,26% yang merupakan kontributor utama pada elektrifikasi nasional sebesar 99,45% di tahun yang sama.
Gambar: Rasio Elektrifikasi PLN, 2017-2021Sumber: Laporan Tahunan PLN 2021, 2022
Aktivitas usaha serta target kinerja Klaster Energi ke depan tentu sangat dipengaruhi oleh tren energi ke depan, baik tren energi Indonesia maupun tren energi global. Permintaan energi Indonesia selama sepuluh tahun ke depan diproyeksikan oleh Dewan Energi Nasional (DEN) akan tumbuh pada kisaran 4,8% (skenario BaU) hingga 6,6% (skenario OPT) per tahun. Peningkatan permintaan akan energi tentu akan mendorong peningkatan pada BUMN Klaster Energi sebagai penyedia energi utama di Indonesia.
Penggunaan energi yang paling besar saat ini berasal dari sektor transportasi. Namun, pada satu dekade kemudian diestimasi bahwa konsumsi energi yang paling besar akan beralih pada sektor industri (mencapai 49% dari total permintaan energi final) seiring dengan target mencapai visi Indonesia Maju di tahun 2045.
Gambar: Permintaan Energi Final per Sektor, 2021- 2032![]()
Sumber: Outlook Energi Indonesia, 2022
Konsumsi energi total selama tahun 2021 adalah sebesar 123 Juta TOE. Berdasarkan jenis energi yang digunakan, lebih dari separuh energi yang digunakan di tahun 2021 adalah Bahan Bakar Minyak (BBM), yaitu mencapai 52%. Adapun penggunaan terhadap listrik, gas, dan batubara masing-masing sebesar 18%, 12% dan 10%. Energi baru terbarukan (EBT) memiliki porsi sekitar 8%.
Gambar: Konsumsi Energi Final per Jenis Energi, 2021
Sumber: Outlook Energi Indonesia, 2022
Outlook konsumsi per jenis energi ke depan akan menjadi pertimbangan utama arah kebijakan strategis dari BUMN klaster energi. Berdasarkan skenario BaU, tidak akan terjadi pergeseran yang signifikan pada penggunaan energi di tahun 2032 sehingga BBM masih akan memiliki permintaan terbesar (50%).
Namun, skenario OPT memiliki proyeksi yang berbeda di mana ketergantungan terhadap BBM akan mulai dikurangi dengan kebijakan substitusi pada gas, listrik, dan EBT. Penggunaan BBM diestimasi menurun hingga mencapai 35,6%, sementara EBT meningkat menjadi 10,2% dengan mulainya pengembangan biogas dan penggunaan biodiesel.
Gambar: Konsumsi Energi Final per Jenis Energi, 2021-2032![]()
Sumber: Outlook Energi Indonesia, 2022
Subsidi untuk BBM cenderung menurun selama tiga tahun terakhir dan memiliki proporsi yang paling rendah untuk subsidi energi. Pada tahun 2021, subsidi BBM dialokasikan sebesar Rp 16,2 Triliun. Subsidi LPG memiliki alokasi yang besar pada subsidi energi sejalan dengan komitmen pemerintah untuk program konversi minyak tanah. Subsidi LPG di tahun 2021 mencapai Rp 67,6 Triliun atau meningkat sekitar 106% dari tahun sebelumnya. Subsidi listrik sendiri adalah kedua terbesar setelah subsidi LPG di mana nilainya mencapai Rp 49,9 Triliun di tahun 2021.
Gambar: Realisasi Subsidi Energi (Rp Triliun), 2016- 2021![]()
Sumber: Outlook Energi Indonesia, 2022 Di tahun 2021, Pertamina mendapatkan penggantian subsidi dari Pemerintah sebesar USD5.117 Juta, meningkat 149% dari tahun sebelumnya. Adapun PLN memperoleh pergantian subsidi sebesar Rp49,80 Triliun di tahun yang sama, meningkat 3,77% dari tahun 2020.
Global Key Trend
Menilik tren global, terkait sektor penyediaan energi listrik, renewable electricity kian berkembang pesat. Akselerasi pertumbuhan renewable electricity tahun 2021 tercatat meningkat tajam dengan penyediaan energi tambahan sekitar 51,4 GW atau tumbuh sekitar 21% dibandingkan 2020. Angka akselerasi ini didorong karena adanya kebijakan yang semakin ketat terkait energi berbasis fosil dan COP26 climate goals. Pertumbuhan renewable electricity ini utamanya didorong oleh pengembangan energi solar (Solar PV). Tren ini diperkirakan akan terus meningkat hingga tahun 2026. China menjadi wilayah dengan pertumbuhan kapasitas renewable electricity tertinggi, diikuti Eropa dan Amerika Serikat. Sementara ASEAN terbilang berada di posisi terbawah bersama Afrika dan Timur Tengah1.
Gambar: Pertumbuhan Kapasitas Penggunaan Renewable Electricity per Region (GW), 2015-2020
Sumber: IEA Report, 2022
Proporsi energi listrik berbasis EBT diprediksi ke depannya akan didominasi oleh solar PV dan diikuti oleh energi listrik dari tenaga angin. Solar PV diprediksi memiliki sekitar 60% proporsi dari total kapasitas renewable energy tambahan ke depannya, hingga tahun 20262.
Gambar: Pertumbuhan Kapasitas Sumber Renewable Electricity (GW), 2009-2026*![]()
*proyeksi Sumber: IEA Report, 2022
Jika melihat langkah yang diambil oleh perusahaan BUMN penyedia listrik negara lain, seperti Tenaga Nasional Berhad di Malaysia pada scope penyediaan listrik, memiliki dua fokus pengembangan power plant renewable energy, yaitu Thermal Power Plant dan Hydro Power Plant.
The Electricity Generating Authority of Thailand (EGAT) juga sudah mengembangkan power plant berbasis thermal, combined cycle, hydropower, renewable energy (wind, solar, dan geothermal). Perusahaan nasional penyedia energi listrik Korea Selatan, KEPCO (Korea Power Electric Power Corporation) memiliki power plant berbasis thermal, nuclear dan hydro, sekaligus merupakan perusahaan subholding KEPCO.