Profesionalisme Pengelolaan Superholding BUMN
BUMNINC.COM I Wacana terkait perubahan aspek kelembagaan dalam pengelolaan BUMN ke depan terus bergulir. Ide untuk mendirikan Badan Pengelola BUMN sebagai pengganti model birokrasi di bawah Kementrian BUMN terus menjadi topik diskursus publik. Hal ini tentu menarik dilihat dari berbagai pendapat yang berkembang di mana model korporatisasi di bawah Badan akan lebih punya agility dibandingkan model pengelolaan BUMN di bawah Kementrian BUMN.
Secara konsep kelembagaan pengelolaan BUMN bisa dilihat dari mazhab apakah pemerintah sebagai pemilik perusahaan negara akan lebih menonjolkan prinsip hands on management atau hands on ownership. Hands on management berarti Holding BUMN melakukan aspek teknis operasional atas operasi perusahaan. Sementara hands on ownership artinya holding company BUMN melakukan pengelolaan portofolio saja atas perusahaan negara yang dikelola, misal yang dikerjakan superholding Temasek Singapura.
Di antara ke dua ekstrim tersebut tentu ada juga variasinya, misal konsep strategic holding di mana peran Holding BUMN tidak lagi bersifat operasional, namun lebih pada penanganan isu strategik manajerial. Di Indonesia konsep ini sebenarnya sudah pernah dilakukan. Misal perubahan bentuk kelembagaan holding semen dan pupuk, dari awalnya bersifat hands on management berubah menjadi strategic Holding yang bersifat tidak operasional. Jadi dalam kasus holding semen, maka operational holding di bawah Semen Gresik dirubah menjadi non operational holding di bawah entitas baru PT Semen Indonesia. Sementara status PT Semen Gresik diturunkan kembali menjadi anak perusahaan.
Mengapa perubahan dari operating ke non operating holding ini dilakukan? Saat model operating holding, maka PT Semen Gresik sebagai induk perusahaan bagi PT Semen Padang dan PT semen Tonasa tidak bisa menjalankan powernya dengan efektif. Kedua anak perusahaan tadi relative “membangkang” terhadap induknya karena berbagai alasan. Karenanya kepemimpinan PT Semen Gresik sebagai induk menjadi tidak efektif. Silo-silo dalam pengelolaan bisnis terjadi. Maka kemudian pemerintah memutuskan perubahan kelembagaan pengelola holding tersebut.
Menarik pelajaran dari situasi di atas maka beberapa blue chips company BUMN yang lain seperti Pertamina dan PLN juga melakukan restrukturisasi organisasi serupa. Pertamina misalnya sejak tiga tahun lalu merubah model pengelolaan korporasi dari model operational holding menjadi strategic holding. Pertamina membuat 5 sub-holding sebagai business executor yang mengelola ratusan perusahaan, meliputi: Pertamina Upstream, Pertamina Gas, Pertamina Renewable Energy, Pertamina Retail & Trading (Patra Niaga), Pertamina Shipping company.