Opsi Penyelamatan Flag Carrier Garuda Indonesia
Opsi lain berupa likuidasi GIAA dan menyerahkan bisnis transportasi udara kepada airlines swasta keliatannya sulit dilakukan. Mengapa ? Karena kondisi airlines swasta juga berantakan. Disamping itu Jangan lupa sebagai flag carrier dan BUMN, GIAA juga punya fungsi lain yaitu kewajiban PSO yang belum tentu maskapai swasta mau melakukan hal tersebut. Misalnya fungsi penerbangan perintis ke wilayah remote yang high cost tetapi harus dijalankan karena perintah negara.
Opsi ketiga membuat entitas flag carrier baru bisa saja dilakukan sepanjang seluruh hak dan kewajiban dengan GIAA saat ini bisa diselesaikan. Sebetulnya untuk penerbangan domestik maka GIAA bisa mengandalkan Citilink sementara Garuda sendiri mungkin akan banyak fokus di rute internasional dan domestik jalur padat.
Opsi perlindungan GIAA dari kebangkrutan dengan UU Kepailitan yang memungkinkan PKPU juga bisa dilaksanakan. Masalahnya seberapa jauh UU ini juga memungkinkan selama masa transisi ini GIAA diberikan waktu untuk proses restrukturisasi.
Jadi urutan mana yang bisa jadi prioritas bagi penyelamatan GIAA ? Menurut pandangan BUMNINC maka alternatif rescue saat ini perlu dilanjutkan dulu. Keluarnya dana pinjaman modal kerja dari pemerintah via SMI harus dipercepat. Apabila langkah ini, masih tidak cukup maka existing strategic investor harus diminta setor dana baru. Kalau situasi kinerja masih memburuk maka upaya menarik strategic investor yang lain bisa dipertimbangkan. Mudah-mudahan di 2022 vaksinasi sudah memberi hasil optimal sehingga pergerakan dan mobillitas penumpang/barang bisa kembali normal dan bisnis airlines bisa pulih kembali.
Last but not least , kesulitan yang dihadapi GIAA bukan pertama kali terjadi. Sekitar duapuluh tahun lalu GIAA juga sudah diambang kebangkrutan karena mismanagement. Robby Djohan (alm) sebagai CEO berhasil melakukan transformasi radikal dari sisi operasi, financing dan pengelolaan SDM. Maskapai Garuda berhasil diselamatkan. Situasi krisis kini menerpa kembali Garuda. Perbedaannya faktor penyebab kali ini bukan saja sebagian karena salah kelola, namun juga faktor eksternal pandemi Covid-19 yang bersifat uncontrollable. Dibutuhkan miracle supaya GIAA bisa terbang tinggi kembali. Semoga.[]
Toto Pranoto (Dewan Pakar BUMNINC)