KASUS KORUPSI PERTAMINA DAN PROBLEM GCG BUMN
BUMNINC.COM I Kasus korupsi PT Pertamina Patra Niaga, salah satu sub holding Pertamina, menjadi berita hangat dalam beberapa waktu terakhir. Kasusnya bermula dari penyelidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) atas potensi korupsi sebesar Rp 191 triliun di Patra Niaga akibat kemungkinan dugaan penyalahgunaan pengadaan minyak mentah dan dugaan proses penyalahgunaan blending bahan bakar minyak RON 92. Ditetapkan pula tersangka kasus ini termasuk mantan Direksi PT Pertamina Patra Niaga, Pertamina Kilang International, serta Pertamina Shipping dan beberapa pihak swasta sebagai mitra kerja PT Pertamina Patra Niaga .
Secara kronologis berdasarkan informasi pihak Kejagung, Kasus ini berawal dari dugaan penyimpangan dalam kebijakan pengelolaan pasokan minyak mentah dan produk kilang, yang seharusnya mengutamakan minyak dalam negeri sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018.
Kerugian itu terdiri dari beberapa komponen, di antaranya ekspor minyak mentah yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan dalam negeri senilai Rp 35 triliun, serta pembelian minyak mentah dan produk kilang dengan harga mark-up melalui broker yang merugikan negara Rp 11,7 triliun. Selain itu, kebijakan impor ilegal ini juga berkontribusi terhadap meningkatnya biaya kompensasi dan subsidi BBM yang ditanggung APBN pada 2023, dengan nilai kerugian mencapai Rp 147 triliun.
Menurut Kejaksaan Agung , seperti dikutip Tempo , kasus ini terjadi pada periode tahun 2018–2023, ketika ada ketentuan pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri. PT Pertamina (Persero) pun wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi.
Akan tetapi, beberapa pihak di Pertamina melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya. Pengondisian tersebut membuat pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor.